BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembekalan pengetahuan dalam setiap
individu sangatlah penting dengan terus menerus untuk di kembangkan, selain
berguna untuk pengembangan wawasan seseorang juga berguna untuk melatih pola
fikir kita agar tidak terlalu manja dan kapasitas dalam penggunaan fikiran kita
menjadi lebih baik. Sehingga jika kita ingin mempelajari, memahami, dan
mengevaluasi setiap konteks yang menjadi tanda Tanya dalam fikiran kita
(Penasaran/rasa .ingin tahu) bisa di terima oleh otak dan mampu dicerna dengan
baik, bahkan tidak hanya focus satu wacana saja, berbagai informasi yang di
terima akan mudah di filter oleh fikiran, sehingga kita sampai pada tiitik
akhir yaitu, menyaring mana yang baik untuk kita implementasikan dan mana yang
harus kita singkirkan.
Dalam konteks ini berbicara mengenai
birokrasi, tidak lain lazim nya birokrasi disebut sebagai perilaku dari
pemerintah, atau birokrasi adalah sebuah organisasi pemerintahan yang mempunyai
sub-sub struktur, mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain, dan juga
mempunyai tugas dan wewenang dalam mencapai tujuan dan program yang telah
direncanakan.
Sebagai orang yang berpendidikan, segala
bentuk hal yang kita tentunya harus ada ahli dalam bidang yang ingin kita
pelajari untuk di jadikan refensi, dan juga sebagai pedoman guna untuk
membuktikan bahwa informasi yang kita publikasikan memiliki sumber yang jelas,
tidak dilakukan dengan analisa dan logika kita sendiri tanpa adanya
perbandingan dan pengembangan. Jika bisa dalam melakukan evaluasi antara
pendapat dan logika kita jangan hanya pada satu referensi saja, namun memiliki
banyak sumber untuk kita teliti, pahami, dan evaluasi sampai menemukan puncak
akhir bahwa hasil dari informasi yang kita filter sudah benar.
Oleh karenanya, perlu melakukan
pengkajian untuk membahas tentang konsep birokrasi ini menurut orang yang
dianggap pantas untuk kita jadikan pedoman. Sehingga setelah mendapatkan
perbedaan dan pengkajian kita lebih leluasa serta lebih mapan dalam
mengemukakan pendapat.
B.
Rumusan Masalah
-
Bagaimana Konsep Birokrasi Menurut Weber?
C. Tujuan
-
Mengtahui Secara Mendalam mengenai Birokrasi
-
Dapat membandingkan pemikiran kita dengan Para ahli
tentang konsep birokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Birokrasi
Secara
etimologi birokrasi yang dalam bahasa inggris disebut bureaucracy
berasal dari dua kata yaitu “bureau” yang artinya meja dan “cratein” berarti
kekuasaan .jadi maksudnya kekuasaan yang berada pada orang-orang yang
dibelakang meja. Sedang kan menurut kamus besar bahasa
Indonesia kata “birokrasi “ artinya sistem pemerintahan yang di
jalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan
jenjang jabatan , cara
bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan yang
banyak liku – likunya.
Definisi Birokrasi Menurut Para Ahli
Menurut Pryudi Atmosudirdjo dalam Harbani
Pasolong(2007: 67) mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu (1)
birokrasi sebagai suatu tipe organisasi tertentu , (2) birokrasi sebagai
system (3) birokrasi sebagai jiwa kerja.
B. Teori
birokrasi
Budi
Setiono dalam Harbani Pasolong ( 2007:74 ) ,membagi empat teori birokrasi yaitu
:
1.
Teori Rasional Administrative Model(RAM)
Dikemukakan oleh weber yang menyatakan bahwa birokrasi yang
ideal ialah birokrasi yang berdasarkan pada system peraturan yang rasional
sebagai organisasi social yang diandalkan ,terukur dan dapat diprediksikan dan
efisien.
2.
Teori Power Blok Model (PBM)
Teori yang berdasarkan pemikiran bahwa birokrasi merupakan
alat penghalang atau blok rakyat dalam melaksanakan kekuasaan.
3.
Teori Bureaucrati Oversupply Model (BOM)
Yaitu teori berbasis pada pemikiran ideology liberalism yang
muncul pada tahun 1970-an ,oleh William niskanen dalam buku representative
government(1971),sebagai respon terhadap teori birorasi weber maupun teori
marx,. Teori ini juga banyak pembahasan ahli politik seperti konsep reinventing
government ,new public management , public choise
teory,managerialism, teori ini menuntut agar kapasitas birokrasi dikurangi dan
peran yang selama ini dilakukan hendaknya di delegasikan kepada sector swasta (
privat sector) dan mekanisme pasar.
4.
Teori New Public Service(NPS)
Teori NPS memandang bahwa birokrasi adalah alat
rakyat dan harus tunduk pada kepada apapun suara rakyat ,sepanjang suara itu
rasioanal dan legimate secara normative dan konstitusional sebab birokrasi
menjalankan tugas sebagai pelayan public.
C. Konsep
Birokrasi Model Max Weber
Max Weber adalah seorang sosiolog besar asal Jerman yang
pemikirannya tentang birokrasi telah menjadi sangat klasik dalam literatur
akademis, Weber menggunakan istilah birokratisasi untuk menjelaskan
semakin luasnya penerapan prinsip-prinsip birokrasi dalam berbagai organisasi
dan institusi modern.
Menurut Weber dalam Miftah Thoha ( 2010 :
17-18 ), tipe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara
sebagai berikut:
- Individu pejabat secara
personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia
menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya.
Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan
pribadinya termasuk keluarganya.
- Jabatan-jabatan itu disusun
dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya
ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan
lebih besar dan ada yang lebih kecil.
- Tugas dan fungsi masing-masing
jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya.
- Setiap pejabat mempunyai
kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job
description) masing-masing pejabat merupakan
domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan
sesuai dengan kontrak.
- Setiap pejabat diseleksi atas
dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan
melalui ujian yang kompetitif.
- Setiap pejabat mempunyai
gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki
jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar
dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan
kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.
- Terdapat struktur pengembangan
karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai
dengan pertimbangan yang objektif.
- Setiap pejabat sama sekali
tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resourcesinstansinya
untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
- Setiap pejabat berada di bawah
pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.
Weber
dalam Harbani Pasolong ( 2007 : 72 ), menyusun karakteristik birokrasi menjadi
7, sebagai berikut:
1.
Spesialisasi pekerjaan , yaitu semua pekerjaan dilakukan
dalam kesederhanaan,rutinitas ,dan mendefinisikan tugas dengan baik.
2. Hierarki kewenangan yang jelas,
yaitu sebuah struktur multi tingkat yang formal,dengan posisi hierarki atau
jabatan, yang memastikan bahwa setiap jabatan yang lebih rendah berada dibawah
supervise dan control dari yang lebih tinggi.
3. Formalisasi yang tinggi , yaitu
semua anggota organisasi diseleksi dalam basis kualifikasi yang
didimonstrasikan dengan pelatiah, pendidikan, atau latihan formal.
4. Pengambilan keputusan mengenai
penempatan pegawai yang didasrkan atas kemampuan, yaitu pengambilan keputusan
tentang seleksi dan promosi didasarkan atas kualifikasi teknik ,kemampuan dan
prestasi para calon.
5. Bersifat tidak pribadi (
impersonalitas ), yaitu sanksi – sanksi diterapak secara seragam dan tanpa
perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan denga kepribadian individual
dan preferensi pribadi para anggota.
6. Jejak karier bagi para pegawai,
yaitu para pegawai diharapkan mengejar karier dalam organisasi. Sebagai imbalan
atas komitmen terhadap karier tersebut, para pegawai mempunyai masa jabatan,
artinya mereka akan dipertahankan meskipun mereka kehabisan tenaga atau jika
kepandaiannya tidak terpakai lagi.
7.
Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari
kehidupan pribadi , yaitu pejabat tidak bebas menggunakan jabatan nya untuk
keperluan pribadinya termasuk keluarganya.
Konsep birokrasi weber dalam R Soegiatno Tjakranegara
(1992:8) dapat dirangkum kan didalam jenis definisi ini : dengan birokrasi yang
dimaksud adalah suatu badan administrative tentang pejabat yang diangkat.
Pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja :
ialah memilki otoritas . sesuai dengan teori nya bahwa keyakinan dalam
legitimasi adalah dasar bagi semua system otoritas. Ia mulai dengan
mengemukakan lima keyakinan yang berkaitan padanya otoritas yang sah tergantung
pada:
1)
Bahwa dengan ditegakkan nya peraturan (kode) yang sah maka dapat
menuntut kepatuhan daripada anggota organisasi tersebut.
2) Bahwa hokum merupakan suatu system
aturan- aturan abstrak yang diterapkan pada kasus – kasus tertentu,sedangkan
administrasi mengurus kepentingan- kepentingan organisasiyang ada batas- batas
hokum.
3) Bahwa manusia yang menjalankan
otoritas juga mematuhi tatanan impersonal tersebut.
4) Bahwa qua memberi(anggota yang
taat)yang benar- benar mematuhi hokum.
5)
Bahwa kepatuhan itu seharusnya tidak kepada person yang
menjaminnya untuk menduduki jabatan itu.
berdasarkan
konsepsi legitimasi ini Weber dalam harbani pasolong(2007:71) menyusun delapan
proposisi tentang penyusunan system otorita legal, yaitu:
1)
Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang
berkesinambungan;
2) Tugas-tugas tersebut dibagi atas
bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing
dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi;
3) Jabatan-jabatan tersusun secara
hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan
(complaint);
4) Aturan-aturan yang sesuai dengan
pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus
tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan;
5) Anggota sebagai sumber daya
organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi;
6) Pemegang jabatan tidaklah sama
dengan jabatannya;
7) Administrasi didasarkan pada
dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai
pusat organisasi modern; dan
8)
Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk,
tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu
staf administrasi birokratik.
Selanjutnya,
Weber dalam R. soegijatno tjakranegara (1992:8-10)melanjutkan ke sisi pekerja
(staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah
organisasi legal-rasional adalah sebagai berikut:
1. para anggota staf bersifat bebas secara
pribadi, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan
jabatan mereka;
2. terdapat hirarki jabatan yang
jelas;
3. fungsi-fungsi jabatan ditentukan
secara tegas;
4. para pejabat diangkat berdasarkan
suatu kontrak;
5. para pejabat dipilih berdasarkan
kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang
diperoleh melalui ujian;
6. para pejabat memiliki gaji dan
biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji bersifat berjenjang menurut
kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam
keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan;
7. pos jabatan adalah lapangan kerja
yang pokok bagi para pejabat;
8. suatu struktur karir dn promosi
dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta menurut
pertimbangan keunggulan (superior);
9. pejabat sangat mungkin tidak sesuai
dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos terbut,
dan;
10. pejabat tunduk pada sistem disiplin
dan kontrol yang seragam.
Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di
mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat).
Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga
memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk
pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional
artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Khususnya, Weber memperhatikan fenomena kontrol superordinat
atas subordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada
akumulasi kekuatan absolut di tangan superordinat. Akibatnya, organisasi tidak
lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka. Bagi
Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam
birokrasi, yang meliputi point-point berikut:
1. Kolegialitas. Kolegialitas adalah
suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu keputusan.
2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan
kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua
badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan
bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber,
tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan.
3. Administrasi Amatir. Administrasi
amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk
mengerjakan tugas birokrasi
4. Demokrasi Langsung. Demokrasi
langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis.
Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna
mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini
berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat
secara keseluruhan.
5.
Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang
pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi,
partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf
birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai
politik mewakili rakyat pemilih mereka.
Hingga
kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh
pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan di
sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.
Secara rinci Weber menjelaskan bahwa birokrasi mempunyai 15
karakteristik ideal, yaitu:
1) kekuasaan dimiliki oleh jabatan dan
bukan pemegang jabatan;
2) otoritas ditetapkan melalui
aturan-aturan organisasi;
3) tindakan organisasi bersifat
impersonal, melibatkan eksekusi atas kebijakan publik;
4) tindakan organisasi dikerangkai oleh
sistem pengetahuan yang disipliner;
5) aturan dikodifikasi secara formal;
6) aturan preseden dan abstrak menjadi
standar bagi tindakan organisasi;
7) spesialisasi;
8) batasan yang tegas antara tindakan
birokratis dengan tindakan partikular menentukan legitimasi dari tindakan;
9) pemisahan fungsional dari
tugas-tugas yang diikuti oleh struktur otoritas formal;
10) kekuasaan yang didelegasikan via
hierarki;
11) delegasi kekuasaan diekspresikan
dalam istilah tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang ditetapkan melalui
kontrak;
12) kualitas yang dibutuhkan untuk
mengisi posisi diukur dengan pengakuan kredensial formal (ijazah, sertifikat,
dsb);
13) struktur karir dan promosi, baik
atas dasar senioritas maupun prestasi;
14) posisi yang berbeda dalam hierarki
akan menerima pembayaran yang berbeda; dan
15)
sentralisasi koordinasi, komunikasi, dan control.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sebuah Negara,
dengan banyak nya aspirasi dan tuntutan dari masyarakat tentunya tidak akan
sanggup mengatasi yang namanya masalah public yaitu masalah-masalah yang timbul
berdasarkan tuntutan masyarakat yang tidak terkomodir dengan baik. Oleh karena
nya, dengan adanya birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat
modern yang kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini
sebagai konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut
terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya
(public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam
keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk
itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani
kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi.
Dalam pemahaman Weber
mengenai birokrasi, walaupun dalam konteks ini semua apa yang dipaparkan
mengenai pemikiran weber tentang konsep birokrasi tidak lain adalah birokrasi
klasik. Namun apa yang dipaparkan oleh ahli sosiolog ini terus di jadikan
setiap orang untuk pedoman, karena apa yang tercantum dalam konsep nya, tetap
sejalan dengan kehidupan saat sekarang ini, bahkan praktik nya sangat mirip
dengan apa yang di paparkan weber. Misalnya dalam ranah pemerintahan di
Indonesia, weber mengatakan bahwa harus ada orang-orang yang memiliki wewenang
dan tugas yang berbeda guna untuk menjalankan sistem pemerintahan untuk
kepentingan orang banyak, namun kekuasaan yang dimiliki pemilik wewenang harus
ada hukum yang membatasinya, dan tentunya orang-orang yang di berikan
legitimasi untuk menjalankan sistem pemerintahan ini adalah orang-orang yang
memiliki intelektual tinggi serta dianggap mampu untuk di berikan mandat dalam
menjalankan sistem yang ada. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan bagaiman
sistem birokrasi di Negara Indonesia ini, dan itu adalah bukti konkrit bahwa
walaupun konsep birokrasi yang di gagasi oleh weber adalah teori klasik, namun
implementasi nya tetap berlanjut sampai hingga di era kontemporer ini.
Daftar Pustaka
- · Lyman Tower Sargent-Contemporary Political Ideologies_ A Comparative Analysis. Fourteenth Edition -Wadsworth Publishing (2009) Lyman Tower Sargent-Contemporary Political Ideologies_ A Comparative Analysis. Fourteenth Edition -Wadsworth Publishing (2009)
- · Martin Albrow,2004 Birokrasi, Cet.3, wacana :Yogyakarta
- · Osborn david dan plastrik peter,2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
- · Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, , alfabeta :bandung
- · www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643
- · Yunus Yasril dkk ,2006.pengantar ilmu administrasi Negara , unp press:Padang
- · Poltak sinambela ,lijan ,dkk.2006.reformasi pelayanan public: teori,kebijakan dan implementasi ,bumi aksara:jakarta
- · Tjakra Negara,R. Soegiatno. 1992. Hukum tata usaha dan birokrasi Negara.rineka cipta:jakarta
No comments:
Post a Comment