Wednesday, December 2, 2015

Makalah Birokrasi Menurut Max Weber

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
        Pembekalan pengetahuan dalam setiap individu sangatlah penting dengan terus menerus untuk di kembangkan, selain berguna untuk pengembangan wawasan seseorang juga berguna untuk melatih pola fikir kita agar tidak terlalu manja dan kapasitas dalam penggunaan fikiran kita menjadi lebih baik. Sehingga jika kita ingin mempelajari, memahami, dan mengevaluasi setiap konteks yang menjadi tanda Tanya dalam fikiran kita (Penasaran/rasa .ingin tahu) bisa di terima oleh otak dan mampu dicerna dengan baik, bahkan tidak hanya focus satu wacana saja, berbagai informasi yang di terima akan mudah di filter oleh fikiran, sehingga kita sampai pada tiitik akhir yaitu, menyaring mana yang baik untuk kita implementasikan dan mana yang harus kita singkirkan.
        Dalam konteks ini berbicara mengenai birokrasi, tidak lain lazim nya birokrasi disebut sebagai perilaku dari pemerintah, atau birokrasi adalah sebuah organisasi pemerintahan yang mempunyai sub-sub struktur, mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain, dan juga mempunyai tugas dan wewenang dalam mencapai tujuan dan program yang telah direncanakan.
        Sebagai orang yang berpendidikan, segala bentuk hal yang kita tentunya harus ada ahli dalam bidang yang ingin kita pelajari untuk di jadikan refensi, dan juga sebagai pedoman guna untuk membuktikan bahwa informasi yang kita publikasikan memiliki sumber yang jelas, tidak dilakukan dengan analisa dan logika kita sendiri tanpa adanya perbandingan dan pengembangan. Jika bisa dalam melakukan evaluasi antara pendapat dan logika kita jangan hanya pada satu referensi saja, namun memiliki banyak sumber untuk kita teliti, pahami, dan evaluasi sampai menemukan puncak akhir bahwa hasil dari informasi yang kita filter sudah benar.
        Oleh karenanya, perlu melakukan pengkajian untuk membahas tentang konsep birokrasi ini menurut orang yang dianggap pantas untuk kita jadikan pedoman. Sehingga setelah mendapatkan perbedaan dan pengkajian kita lebih leluasa serta lebih mapan dalam mengemukakan pendapat.
B.        Rumusan Masalah
-          Bagaimana Konsep Birokrasi Menurut Weber?
C.     Tujuan
-          Mengtahui Secara Mendalam mengenai Birokrasi
-          Dapat membandingkan pemikiran kita dengan Para ahli tentang konsep birokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Birokrasi
Secara etimologi birokrasi yang dalam bahasa inggris disebut bureaucracy berasal dari dua kata yaitu “bureau” yang artinya meja dan “cratein” berarti kekuasaan .jadi maksudnya kekuasaan yang berada pada orang-orang yang dibelakang meja. Sedang kan menurut kamus besar bahasa Indonesia  kata “birokrasi “ artinya sistem pemerintahan yang di jalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang  jabatan , cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan yang banyak liku – likunya.
Definisi Birokrasi Menurut Para Ahli
 Menurut  Pryudi Atmosudirdjo dalam Harbani Pasolong(2007: 67) mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu (1) birokrasi sebagai suatu tipe organisasi tertentu , (2) birokrasi sebagai system  (3) birokrasi sebagai jiwa kerja.
B.     Teori birokrasi
Budi Setiono dalam Harbani Pasolong ( 2007:74 ) ,membagi empat teori birokrasi yaitu :
1.      Teori Rasional Administrative Model(RAM)
Dikemukakan oleh weber yang menyatakan bahwa birokrasi yang ideal ialah birokrasi yang berdasarkan pada system peraturan yang rasional sebagai organisasi social yang diandalkan ,terukur dan dapat diprediksikan dan efisien.
2.      Teori Power Blok Model (PBM)
Teori yang berdasarkan pemikiran bahwa birokrasi merupakan alat penghalang atau blok rakyat  dalam melaksanakan kekuasaan.
3.      Teori Bureaucrati Oversupply Model (BOM)
Yaitu teori berbasis pada pemikiran ideology liberalism yang muncul pada tahun 1970-an ,oleh William niskanen dalam buku representative government(1971),sebagai respon terhadap teori birorasi weber maupun teori marx,. Teori ini juga banyak pembahasan ahli politik seperti konsep reinventing government ,new public management , public  choise teory,managerialism, teori ini menuntut agar kapasitas birokrasi dikurangi dan peran yang selama ini dilakukan hendaknya di delegasikan kepada sector swasta ( privat sector) dan mekanisme pasar.


4.      Teori New Public Service(NPS)
Teori NPS memandang  bahwa birokrasi adalah alat rakyat dan harus tunduk pada kepada apapun suara rakyat ,sepanjang suara itu rasioanal dan legimate secara normative dan konstitusional sebab birokrasi menjalankan tugas sebagai pelayan public.
C.     Konsep Birokrasi  Model Max Weber
Max Weber adalah seorang sosiolog besar asal Jerman yang pemikirannya tentang birokrasi telah menjadi sangat klasik dalam literatur akademis, Weber menggunakan istilah birokratisasi untuk menjelaskan semakin luasnya penerapan prinsip-prinsip birokrasi dalam berbagai organisasi dan institusi modern.
 Menurut Weber  dalam Miftah Thoha ( 2010 : 17-18 ), tipe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut:
  1. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabat­annya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya ter­masuk keluarganya.
  2. Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil.
  3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya.
  4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-­masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak.
  5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profe­sionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif.
  6.  Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa me­mutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabat­annya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu.
  7. Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang objektif.
  8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menja­lankan jabatannya dan resourcesinstansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
  9. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan peng­awasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.
Weber dalam Harbani Pasolong ( 2007 : 72 ), menyusun karakteristik birokrasi menjadi 7, sebagai berikut:
1.      Spesialisasi pekerjaan , yaitu semua pekerjaan dilakukan dalam kesederhanaan,rutinitas ,dan mendefinisikan tugas dengan baik.
2.      Hierarki kewenangan yang jelas, yaitu sebuah struktur multi tingkat yang formal,dengan posisi hierarki atau jabatan, yang memastikan bahwa setiap jabatan yang lebih rendah berada dibawah supervise dan control dari yang lebih tinggi.
3.      Formalisasi yang tinggi , yaitu semua anggota organisasi diseleksi dalam basis kualifikasi yang didimonstrasikan dengan pelatiah, pendidikan, atau latihan formal.
4.      Pengambilan keputusan mengenai penempatan pegawai yang didasrkan atas kemampuan, yaitu pengambilan keputusan tentang seleksi dan promosi didasarkan atas kualifikasi teknik ,kemampuan dan prestasi para calon.
5.      Bersifat tidak pribadi ( impersonalitas ), yaitu sanksi – sanksi diterapak secara seragam dan tanpa perasaan pribadi untuk menghindari keterlibatan denga kepribadian individual dan preferensi pribadi para anggota.
6.      Jejak karier bagi para pegawai, yaitu para pegawai diharapkan mengejar karier dalam organisasi. Sebagai imbalan atas komitmen terhadap karier tersebut, para pegawai mempunyai masa jabatan, artinya mereka akan dipertahankan meskipun mereka kehabisan tenaga atau jika kepandaiannya tidak terpakai lagi.
7.      Kehidupan organisasi yang dipisahkan dengan jelas dari kehidupan pribadi , yaitu pejabat tidak bebas menggunakan jabatan nya untuk keperluan pribadinya termasuk keluarganya.
  
Konsep birokrasi weber dalam R Soegiatno Tjakranegara (1992:8) dapat dirangkum kan didalam jenis definisi ini : dengan birokrasi yang dimaksud adalah suatu badan administrative tentang pejabat yang diangkat.
Pejabat memiliki ciri yang membedakannya dengan pekerja : ialah memilki otoritas . sesuai dengan teori nya bahwa keyakinan dalam legitimasi adalah dasar bagi semua system otoritas. Ia mulai dengan mengemukakan lima keyakinan yang berkaitan padanya otoritas yang sah tergantung pada:
1)      Bahwa dengan ditegakkan nya peraturan (kode) yang sah maka dapat menuntut kepatuhan daripada anggota organisasi tersebut.
2)      Bahwa hokum merupakan suatu system aturan- aturan abstrak yang diterapkan pada kasus – kasus tertentu,sedangkan administrasi mengurus kepentingan- kepentingan organisasiyang ada batas- batas hokum.
3)      Bahwa manusia yang menjalankan otoritas juga mematuhi tatanan impersonal tersebut.
4)      Bahwa qua memberi(anggota yang taat)yang benar- benar mematuhi hokum.
5)      Bahwa kepatuhan itu seharusnya tidak kepada person yang menjaminnya untuk menduduki jabatan itu.
berdasarkan konsepsi legitimasi ini Weber dalam harbani pasolong(2007:71) menyusun delapan proposisi tentang penyusunan system otorita  legal, yaitu:
1)      Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan; 
2)      Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi; 
3)      Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint); 
4)      Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan; 
5)      Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi; 
6)      Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya; 
7)      Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan 
8)      Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik. 
Selanjutnya, Weber dalam R. soegijatno tjakranegara (1992:8-10)melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah sebagai berikut:

1.      para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka; 
2.      terdapat hirarki jabatan yang jelas; 
3.      fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas; 
4.      para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak; 
5.      para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian; 
6.      para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan; 
7.      pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat; 
8.      suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian (merit) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior); 
9.      pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos terbut, dan; 
10.  pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam. 

Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Khususnya, Weber memperhatikan fenomena kontrol superordinat atas subordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi kekuatan absolut di tangan superordinat. Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka. Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point berikut:

1.      Kolegialitas. Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu keputusan.
2.      Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan. 
3.      Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi
4.      Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan. 
5.      Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka. 

Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.

Secara rinci Weber menjelaskan bahwa birokrasi mempunyai 15 karakteristik ideal, yaitu:
1)      kekuasaan dimiliki oleh jabatan dan bukan pemegang jabatan;
2)      otoritas ditetapkan melalui aturan-aturan organisasi;
3)      tindakan organisasi bersifat impersonal, melibatkan eksekusi atas kebijakan publik;
4)      tindakan organisasi dikerangkai oleh sistem pengetahuan yang disipliner;
5)      aturan dikodifikasi secara formal;
6)      aturan preseden dan abstrak menjadi standar bagi tindakan organisasi;
7)      spesialisasi;
8)      batasan yang tegas antara tindakan birokratis dengan tindakan partikular menentukan legitimasi dari tindakan;
9)      pemisahan fungsional dari tugas-tugas yang diikuti oleh struktur otoritas formal;
10)  kekuasaan yang didelegasikan via hierarki;
11)  delegasi kekuasaan diekspresikan dalam istilah tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang ditetapkan melalui kontrak;
12)  kualitas yang dibutuhkan untuk mengisi posisi diukur dengan pengakuan kredensial formal (ijazah, sertifikat, dsb);
13)  struktur karir dan promosi, baik atas dasar senioritas maupun prestasi;
14)  posisi yang berbeda dalam hierarki akan menerima pembayaran yang berbeda; dan
15)  sentralisasi koordinasi, komunikasi, dan control.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

              Dalam sebuah Negara, dengan banyak nya aspirasi dan tuntutan dari masyarakat tentunya tidak akan sanggup mengatasi yang namanya masalah public yaitu masalah-masalah yang timbul berdasarkan tuntutan masyarakat yang tidak terkomodir dengan baik. Oleh karena nya, dengan adanya birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut terlibat dalam memproduksi barang dan jasa yang diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services) baik secara langsung maupun tidak. Bahkan dalam keadaan tertentu negara yang memutuskan apa yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu negara mernbangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani kepentingan rakyatnya yang disebut dengan istilah birokrasi.

              Dalam pemahaman Weber mengenai birokrasi, walaupun dalam konteks ini semua apa yang dipaparkan mengenai pemikiran weber tentang konsep birokrasi tidak lain adalah birokrasi klasik. Namun apa yang dipaparkan oleh ahli sosiolog ini terus di jadikan setiap orang untuk pedoman, karena apa yang tercantum dalam konsep nya, tetap sejalan dengan kehidupan saat sekarang ini, bahkan praktik nya sangat mirip dengan apa yang di paparkan weber. Misalnya dalam ranah pemerintahan di Indonesia, weber mengatakan bahwa harus ada orang-orang yang memiliki wewenang dan tugas yang berbeda guna untuk menjalankan sistem pemerintahan untuk kepentingan orang banyak, namun kekuasaan yang dimiliki pemilik wewenang harus ada hukum yang membatasinya, dan tentunya orang-orang yang di berikan legitimasi untuk menjalankan sistem pemerintahan ini adalah orang-orang yang memiliki intelektual tinggi serta dianggap mampu untuk di berikan mandat dalam menjalankan sistem yang ada. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan bagaiman sistem birokrasi di Negara Indonesia ini, dan itu adalah bukti konkrit bahwa walaupun konsep birokrasi yang di gagasi oleh weber adalah teori klasik, namun implementasi nya tetap berlanjut sampai hingga di era kontemporer ini.

Daftar Pustaka

  • ·       Lyman Tower Sargent-Contemporary Political Ideologies_ A Comparative Analysis. Fourteenth Edition  -Wadsworth Publishing (2009) Lyman Tower Sargent-Contemporary Political Ideologies_ A Comparative Analysis. Fourteenth Edition  -Wadsworth Publishing (2009)
  • ·         Martin Albrow,2004  Birokrasi, Cet.3, wacana :Yogyakarta
  • ·         Osborn david dan plastrik peter,2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
  • ·         Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, , alfabeta :bandung
  • ·         www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643
  • ·         Yunus Yasril dkk ,2006.pengantar ilmu administrasi Negara , unp press:Padang
  • ·       Poltak sinambela ,lijan ,dkk.2006.reformasi pelayanan public: teori,kebijakan dan implementasi ,bumi aksara:jakarta
  • ·         Tjakra Negara,R. Soegiatno. 1992. Hukum tata usaha dan birokrasi Negara.rineka cipta:jakarta

No comments:

Post a Comment