MAKALAH
(Peran Partai Politik Di Indonesia)
(Peran Partai Politik Di Indonesia)
Oleh : Khairul Ahmadi
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Demokrasi
di Indonesia sudah berlangsung 18 tahun sejak tahun 2000 an. Hingga tahun 2016
ini, demokrasi di Indonesia telah melewati berbagai proses yang penuh dengan
dinamika kehidupan demokrasi. Dalam periode 18 tahun ke belakang telah banyak
perubahan yang dialami Indonesia dalam menjalankan proses demokratisasi ini,
diantaranya adalah Amandemen UUD 1945, kebebasan pers, kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Selain itu sekarang ini juga terdapat
banyak partai politik sebagai wadah untuk menyalurkan informasi dari pemerintah
menuju masyarakat begitu pula sebaliknya, dari masyarakat menuju pemerintah.
Partai
politik merupakan kelompok warga negara yang terorganisasikan, yang bertindak
sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk
memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum.
Partai politik merupakan hasil pengorganisasian dari sekelompok orang agar
memperoleh kekuasaan untuk menjalankan program yang telah direncanakan.
Demokrasi
adalah pemerintahan oleh semua orang yang merupakan kebalikan dari konsep
pemerintahan oleh satu orang (otokrasi). Sehingga dalam membangun demokrasi ini
diperlukan adanya partisipasi aktif dari masyarakat. Partisipasi tersebut dapat
terlihat dari pelaksanaan pemilu. Masyarakat dapat menggunakan haknya untuk
memilih sesuai dengan hati nurani.
Namun,
sekarang ini banyak masyarakat yang enggan memilih atau lebih tepatnya adalah
golput. Salah satu faktornya adalah sekarang ini terlalu banyak partai politik
yang justru membuat masyarakat bingung karena hanya menyatakan janji-janji
palsu semata, tidak merealisasikan visi misi yang diutarakan terhadap
masyarakat. Partai politik sekarang lebih banyak mencari untuk kepentingan pribadi
partai politik itu sendiri.
B. Rumusan
Masalah
Sejauh
ini peran parpol dalam membangun demokrasi belumlah sesuai dengan yang
seharusnya dilakukan. Parpol cenderung mencari keuntungan untuk parpol itu
sendiri. Sehingga dari permasalahan tersebut dapat kita rumuskan :
“Bagaimanakah
peran dan fungsi partai politik dalam membangun demokrasi di Indonesia?”
C. Tujuan
·
Mengetahui Defenisi Partai Politik
·
Mengetahui Fungsi dan Tujuan Partai
Politik
·
Mengetahui Tipe dan jenis Partai Politik
·
Mengetauhui Sistem Kepartaian Di
Indonesia
·
Mengetahui bagaimana peran partai
politik Di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Singkat Partai Politik
Partai Politik pertama lahir
dinegara-negara Eropa Barat. Dengan Luasnya gagasan bahwa rakyat merupakan
faktor yang perlu diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses politik,
maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi
penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah dipihak lain. Perkembangan
partai politik yang terjadi dieropa barat pada akhir abad ke 18, kegiatan
politik hanya dipusatkan pada kelompok politik dalam parlemen yang bersifat
terbatas, dalam hal ini bersifat elitis dan aristokratis karena dalam parlemen
sebgagian besar hanyalah terdiri dari kaum bangsawan.
Kegiatan
ini adalah usaha dari kaum bangsawan untuk melindungi hak-hak mereka dari
keseweng-wenangan raja. Mulanya partai-partai itu disebut “parties notables”,
yaitu komite pemilu yang relative kecil dan terdiri dari individu-individu yang
mempunyai prestise dan kekayaan didaerah pemilihan mereka.
Biasanya
pihak-pihak ini merupakan tuan-tuan tanah ataupun yang dikenal dengan sebutan
“Lord”. Dengan Meluasanya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang diluar
parlemen dengan terbentuknya panitia-pantia pemilihan yang mengatur pengumpulan
suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum (kadang-kadang dinamakan
caucus party).
B. DEFINISI
PARTAI POLITIK
Partai
politik menurut UU No.2 Tahun 2008 adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak cita cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI
berdasrkan pancasila dan UUD 1945[1].
Partai
politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam
setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat
strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara.
C. TUJUAN
DAN FUNGSI PARTAI POLITIK
Tujuan
dari partai politik yaitu untuk meraih dan mempertahankan tahta kekuasaan untuk
mewujudkan rencana program yang telah disusun oleh mereka sesuai ideology yang
dianut.
Fungsi
dari partai politik yaitu :
·
Sebagai sarana komunikasi politik, Yang
memperbincangkan dan memperluaskan rencana-rencana kebijakan pemerintah.
Menurut Sigmund Neumann bahwa partai politik merupakan perantara yang besar
yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology sosial dengan lembaga
pemerintah yang resmi dan mengaitkannya dengan aksi politik didalam masyarakat
politik yang lebih luas.
·
Sebagai sarana sosialisasi politik, Sebagai
suatu proses yang melaluinya seseorang yang memperolehnya sikap dan orientasi
terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyarakat yang dia berada
·
Sebagai sarana rekrutmen politik, Fungsi
ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan
internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas.
·
Sebagai sarana pengatur konflik, Partai
politik diperlukan untuk membantu mengatasi atas sekurang-kurangnya dapat
diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat di tekan seminimal
mungkin[2].
D.
JENIS-JENIS PARTAI POLITIK DAN SISTEM KEPARTAIAN DI INDONESIA
a. Jenis-jenis dari partai politik yaitu
:
·
Partai Kader, Partai kaum istimewa yang
didominasi oleh sebuah kelompok pemimpin informal yang memandang rendah
terhadap pengembangan organisasi massa. Partai seperti ini sering kali
dikembangkan diluar faksi-faksi atau parlementer pada sewaktu-waktu ketika
pembagian kekuasaan partai sangat terbatas tetapi istilah partai kader tersebut
saat ini sangat biasa digunakan untuk menyebut anggota-anggota partai yang
terlatih dan profesional yang diharapkan dapat menunjukkan komitmen politik dan
disiplin tingkat tinggi terhadap partainya.
·
Partai Massa, Lebih menekankan untuk
memperbanyak jumlah keanggotaan dan menyusun basis pemilih yang lebih luas.
Contohnya seperti partai Kristen democrat di Jerman, partai buruh di Inggris,
yang dimana mereka menekankan pada pengembangan organisasi ketimbang keyakinan
politik dan ideology politik. Keanggotan partai massa biasanya tidak mempunyai
syarat ketat, kecuali segelintir aktifisnya yakni biasanya sekedar etuju
terhadap asas dan tujuan umum partai tersebut.
·
Partai catch-all , Yang dimana menarik
perhatian dan jumlah suara yang lebih luas seperti Otto Kircaeimer yang
mengamati perkembangan partai Kristen democrat di Jerman partai republic dan
partai democrat di Amerika Serikat, partai buruh di Inggris yang berbeda dengan
partai massa karena mereka juga menekankan kepemimpinan dan kesatuan yang
mengarahkan peranan para anggotanya lebih untuk membangun koalisi dukungan suara ketimbang kelompok sosial.
·
Partai Kartel, Bertujuan untuk
mempertahankan kekuasaan eksekutif .
b. Sistem
kepartaian
1.
One-party system :
Berlaku pada rezim totaliterianisme. Contohnya Uni
Soviet, China dan banyak muncul pada bangsa Afrika dan Asia Mereka memiliki
satu partai tunggal yang mengontrol setiap level pemerintahan dan hanya
memperbolehkan satu partai yang legal.Pemilu dgn adanya partai sebagai klaim
demokrasi sebagai pembenaran mereka juga berpendapat bahwa apabila memiliki
beberapa partai dikhawatirkan akan terjadi chaos dan kekerasan.[3]
2. One-party dominant systems
satu partai besar mengontrol sistem politik, tetapi eksistensi partai kecil ada dan
diperbolehkan berkompetisi dalam pemilihan. Negara ini tidak melarang
keberadaan partai lain, hanya saja sistem elektoral yang berlaku berdampak pada
kemunculan satu partai dominan. partai utama yang diharapkan memenangan
pemilihan dan kontrol pemerintah. Sartori menyebut ini sebagai bentuk hegemoni,
dimana partai politik lain menjadi kelas kedua. Contohnya seperti Institutional
Revolutionary Party (PRI) di Mexico, Liberal Democrats di Jepang, dan Congress
Party di India.
3. Two-party
Systems
Pada sistem ini dua partai mencapai mayoritas
kontrol pada pemerintahan :Terdapat eksistensi partai kecil, tetapi tidak
berperan karena dampak elektoral pada level nasional. Contohnya United States, pada dasarnya
memiliki partai lebih dari dua selain demokrat dan republik, yaitu ada Green
party dan libertarian party, yang turut berkompetisi untuk jabatan politik.
Namun hanya partai demokrat dan republik yang dapat memenangkan mayoritas kursi
di legislatif nasional United States.
Misalnya
US termasuk dalam two-party systems karena suara partai Demokrat dan Republik
mencapai 99% suara nasional.
US
menerapkan sistem pemilihan singe-member districts dan sistem kepartaian
multiparty. Karena sistem pemilihan single-member districs mengakibatkan partai
kecil yang mendapat suara tidak mendapatkan kursi di parlemen.
4. Two-and-a-half
party systems ada dua partai besar berdampingan dengan partai ketiga yang menerima suara nasional lebih kecil[4].
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh ilmuan
politik Jean Blondel pada tahun 1968 dalam artikelnya sistem kepartaian di
Demokrasi Barat. Menurut Blondel (Barrington, 2010) perbedaan two-party systems
dan two-and-a-half party systems terletak pada persentasi suara nasional. Multiparty
systems sistem politik memilliki sejumlah besar partai politik Walaupun ada
partai yang bisa jadi lebih besar dari partai lainnya, tapi partai tersebut
jauh dari dikatakan dominan. Tidak ada
partai besar yang secara umum diuntungkan pada mayoritas kursi di parlemen nasional,
maka koalisi dianggap normal. Setiap dekade, masing-masing dua partai besar
memiliki peluang untuk membantu partai utama pada pertukaran koalisi
pemerintahan.
E. Peran
Dan Fungsi Partai Politik Di Indonesia
Kekuasaan
dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku
orang lain sehingga orang lain menjadi sesuai dengan yang diinginkan oleh orang
yang memiliki kekuasaan tersebut. Namun dalam mempelajari kehidupan
politik, kekuasaan tidak hanya sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
akan tetapi juga dipandang sebagai kemampuan untuk mempengaruhi proses
pembuatan kebijaksanaan yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Suatu
kekuasaan akan memunculkan sebuah kewenangan. Laswell dan Kaplan menyatakan
bahwa “wewenang (authority) merupakan sebuah kekuasaan formal” atau dengan kata
lain wewenang merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan atau legitimasi.
Kewenangan
seseorang belum lengkap jika seseorang belum mendapatkan legitimasi. Legitimasi
merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk
memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan politik. Secara garis
besar legitimasi merupakan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin,
hubungan itu lebih ditentukan oleh yang dipimpin karena penerimaan dan
pengakuan atas kewenangan hanya berasal dari yang diperintah. Secara umum
alasan utama mengapa legitimasi menjadi penting bagi pemimpin pemerintahan.
Pertama, legitimasi akan mendatangkan kestabilan politik dari
kemungkinan-kemungkinan untuk perubahan sosial. Pengakuan dan dukungan
masyarakat terhadap pihak yang berwenang akan menciptakan pemerintahan yang
stabil sehingga pemerintah dapat membuat dan melaksanakan keputusan yang
menguntungkan masyarakat umum. Pemerintah yang memiliki legitimasi akan lebih
mudah mengatasi permasalahan daripada pemerintah yang kurang mendapatkan
legitimasi.
Di
Indonesia, dalam upaya membangun legitimasi politik berawal dari pemilu 1999
yang merupakan pemilu perdana pasca mundurnya presiden Suharto dari tampuk
kekuasaan. Habibie, selaku pengganti Suharto, melaksanakan pemilu tiga tahun
lebih cepat dari waktu yang seharusnya dijadwalkan, yaitu tahun 2002.
Percepatan pemilu ini adalah hasil tekanan rakyat pada pemerintahan habibie
yang di pandang tidak memiliki legitimasi untuk memegang kekuasaan. Pada
fase setelah keruntuhan Orde Baru kecilnya penolakan terhadap di buangnya
format politik dua Partai dengan menggantikannya dengan sistem multi partai.
Agar mencapai format politik yang lebih demokratis. Dan pemilu menjadi semacam
simpang jalan : apakah proses politik itu terus setia pada jalur demokratisasi,
berbelok jalan, atau bahkan berbalik arah sama sekali.
Namun
ternyata berdasarkan hasil pengamatan semenjak di berlakukannya sistem
multi partai semakin banyak pula hal-hal yang berbalik arah (tidak sesuai
dengan Tujuan dan fungsi Parpol) sehingga menyebabkan Krisis Legitimasi
pada lembaga legislative Di Negara ini.
Hampir seluruh Negara di
penjuru dunia ini mengalami krisis legitimasi, terkecuali dengan Negara
superpower yaitu Amerika serikat, jika dibandingkan dengan Indonesia yang
berlarut dalam kencang nya arus permasalahan, seperti kata pepatah “ Mati satu
tumbuh seribu” dalam arti permasalahan di Indonesia ini jika telah selesai satu
permasalahan maka akan ada lebih banyak permasalahan yang akan timbul. Pantas
saja kenapa permasalahan kemiskinan, keadilan, dan kesejahteraan di Indonesia
ini tidak terimplementasi secara baik, aspirasi-aspirasi masyarakat tidak
terakomodir secara baik, ternyata para pengatur konflik (Anggota legislative)
malah menjadi actor konflik. Mereka lupa pada janji mereka sebelum mendapatkan
kekuasaan tersebut, mereka lupa pada tugas mereka yang akan mengayomi
masyarakat, yang akan menjadi jembatan penghubung antara mayarakat dengan
lembaga pemerintahan, seharusnya mereka bisa meredakan permasalahan apabila
terjadi konflik di lembaga pemerintahan atau dilingkungan masyarakat, bukan
sebaliknya. Apa yang salah dengan sistem di Negara ini, apakah itu penyebab
dari sistem multiparty, terlalu banyak perwakilan, sehingga banyak nya
perbedaan pendapat dan tujuan memicu terjadinya konflik di ranah partai politik
sendiri. Dan dengan adanya kekuasaan menjadi alat sebagai pendorong agar bisa
mencapai tujuan dan keinginan para anggota partai. Tidak heran kenapa orang
–orang rela menghabiskan uang banyak di saat Pemilu Legislative, tidak lain di
karenakan ada tujuan tertentu.
Dalam
Teori Peran dan Fungsi Partai Politik yang sudah jelas dikatakan bahwa, Partai
politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga Negara Indonesia secara suka rela atas jasa kesamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, Negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan pancasila (UU No
2 Tahun 2011). Dengan berbagai fungsi-fungsi partai politik seperti sosialisasi
politik yang akan memberikan wawasan bagi masyarakat tentang betapa pentingnya
itu politik sehinga masyarakat tidak lagi di kategorikan sebagai masyarakat
qaula/primitive yang tidak mau tahu tentang apa itu politik dan pemerintahan,
partai politik sebagai control politik yang akan mengatur segala peran elit
maupun kegiatan yang menyangkut akan politik dan pemerintahan, partai politik
sebagai rekrutmen politik dalam arti mengajak setiap individual yang dianggap
mampu untuk mendapatkan posisi sebagai wakil rakyat, partisipasi politik yang
ikut serta berperan dan berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut
akan sosial, dan pengendali konflik yang di harapkan mampu mengakomodir segala
permasalahan atau konflik yang terjadi di ranah pemerintahan atau partai
politik sebagai penengah/pereda konflik.[5]
Dari
berbagai peran dan fungsi partai politik tersebut yang seharusnya mampu
menciptakan kesejahteraan. Namun sangat jauh ketercapaiannya di Negara ibu
pertiwi ini, Para anggota partai yang telah mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat sehingga terpilih menjadi perwakilan rakyat yang akan mengakomodir
segala aspirasi-aspirasi masyarakat menjadi kenyataan, apa boleh buat harapan
tidak sesuai dengna kenyataan. Yang terjadi di Negara ini adalah mengutamakan
aspirasi sendiri demi kepentingan sendiri, Artinya para anggota partai yang
sudah terpilih malah saling berlomba mengemukakan doktrin nya seakan-akan itu
adalah demi kepentingan rakyat, namun nyatanya itu adalah kepentingan mereka
sendiri.
Aceh
misalnya, dengan pemerintahan yang otonomi sehingga aceh diberikan wewenang
dalam mengatur dan mengatasi segala permasalahan yang ada di aceh, dengan
adanya otonmi daerah tersebut diharapkan mampu meninggal ketertinggalan yang
dialami masyarakat aceh akibat pasca perperangan dimasa perjuangan kemerdekaan
dahulu. Dari otonomi daerah tersebut selain dengan besarnya anggaran yang masuk
dalam kas pemerintahan aceh, ternyata aceh juga mendapatkan sesuatu yang tidak
ada pada daerah lain yaitu adanya Partai Lokal
Keberadaan
Partai Lokal di Aceh lahir berdasarkan proses perdamaian Aceh antara
pemerintahan Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di
Helsinki, Fillandia 15 Agustus 2005. Pembentukan partai poltik local di Aceh
juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20/2007 yang
ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 16 Maret 2007.
Dengan
Adanya Partai Lokal yang dianggap lebih mampu untuk memperhatikan dan memperjuangkan
kepentingan-kepentingan yang sesuai dengan apa yang di inginkan rakyat aceh[6]. Adapun beberapa manfaat dengan adanya Partai
Politik Lokal :
1. Mampu
mendukung pelaksanaan Otonomi Khusus dan mampu menanggulangi separatisme
2. Mampu
meminimalisir tuntutan Aceh dalam memisahkan diri dari NKRI
3. Dengan
Adanya Partai Politik diharapkan mampu mengatasi masalah/konflik yang
diselesaikan melalui jalur politik
4. Dianggap
sebagai alat penyalur aspirasi yang unggul bagi masyarakat aceh
Ternyata
banyak kegamangan dengan lahirnya Partai Lokal tersebut. Kegamangan tersebut
yaitu berupa ketakutan jika suatu saat Partai Lokal sebagai saran disintegrasi
bangsa yang memisahkan diri dari Indonesia.
Melihat
kondisi dan bagaimana kontribusi dari Partai Lokal yang ada di Aceh saat ini,
apa kontruksi dari subangsi dan eksistensi mereka (Para Partai Lokal) dalam
pembangunan aceh ? sampai sejauh ini memang sesuai dengan beberapa kesepakatan
dalam penandatanganan perjanjian perdamaian Aceh-Indonesia, bahwa dengan adanya
partai local partisipasi poltik masyarakat aceh lebih terbangun, dan kesadaran
terhadap cinta Tanah Air (NKRI) yang diharapkan aceh tidak lagi menuntut agar
tidak memisahkan diri dari NKRI, serta mampu mengakomodir segala aspirasi
masyarakat. Namun nyatanya sekarang, jumlah partai yang saat ini ada 3 partai :
1. Partai
Aceh (PA)
2. Partai
Nasional Aceh (PNA)
3. Partai
Damai Aceh (PDA)[7]
Dari ketiga
partai Lokal saat sekarang ini, diharapkan semakin banyak kontribusi dari
partai politik local yang melahirkan hasil yang konkrit bagi pemerintahan aceh.
Namun banyak diantaranya yang mengamati tentang bagaimana peran dari partai
local tersebut dari sisi negatife nya. Partai Politik Lokal sudah 3, seharusnya
mampu mengakomodir segala aspirasi masyarakat dan memberikan jaminan bagi
masyarakat akan ketentraman dan kesejehteraan tapi nyatanya mereka para
pengurus Parpol sibuk maslah intervensi kekuasaan, sibuk berlomba demi mencapai
keinginan, dan saling menjatuhak demi sebuah jabatan, pada akhirnya aspirasi
masyarakat terbengkali dan para anggota Parpol sibuk dengan konflik internal
partai.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulam
Partai
politik menurut UU No.2 Tahun 2008 adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak cita cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI
berdasrkan pancasila dan UUD 1945.
Pada
dasarnya sistem di Negara ini sangat bagus. Bukan hanya di Indonesia saja, di
Negara-negara lain demikian. Tapi ada hal-hal yang membuat sitem itu tidak
bagus, bahkan akan berdampak pada kehancuran. Disebabkan karena terjadinya
krisis Legitimasi sehingga pada akhirnya terjadilah tidak berkesinambungan
antara para elit partai, keadilan dan kesejahteraan tidak dirasakan oleh para
rakyat, yang ada hanya kemiskinan. Di Negara ini bagaikan pepatah “Maju tak
gentar membela yang bayar” artinya many money is king (banyak uang kita adalah
raja) yang bisa melakukan apa saja sekehendak kita. Kenapa terjadi
dis-integrasi antar sesama elit politik ? tidak lain karena perbedaan tujuan. Ada
yang betul-betul menjalankan tugas dari posisi jabatannya, ada yang hanya ingin
memperjuangkan kepentingan pribadi nya. Namun pada akhirnya banyak diantaranya
yang memperjuangkan kepentingannya sendiri yang banyak memenangkan jika ada
permasalahan, dikarenakan ada tunai sebelum bekerja, ada perjanjian setelah
masalah. Dan hal itu terus menjadi buadaya di Negara ini, peran dan fungsi para
anggota partai politik tidak lagi sesuai pada jalurnya. Sampai pada akhirnya
Negara ini sebagai Negara yang “ maju tak gentar membela yang bayar”
B. Saran
-
Aceh sudah dimanjakan dengan anggaran
yang berlimpah, sedikit kerja uang merajalela. Sudah saatnya Otonomi daerah
untuk aceh dicabut agar pemerintahan aceh sadar dan lebih paham artinya
perjuangan tanpa uang itu bagaimana.
-
Pengawasan pemerintahan pusat terhadap
formulasi dan pembagian dana di Internal Pemerintahan aceh yang kurang,
sehingga mafia-mafia sangat berkontribusi aktif dalam memainkan perannya.
Daftar Pustaka
- - Pamungkas, sigit, Partai Politik Teori dan Praktik di Indonesia, Perum Griya Saka Permai : Yogyakarta 2010
- - Subagyo, Firman, Menata Partai Politik dalam arus Demokratisasi Indonesia, PT. Wahana Semesta intermedia, Jakarta :2009
- - MD, Maruto dan WHK, Anwar, Reformasi Politik dan kekuatan masyarakat kendala dan peluang menuju Demokratisasi, pusaka LP3ES Indonesia : Jakarta, 2002
- - Cangara, Hafied, Komunikasi Politik : Komsep, teori, dan Strategi/hafied Cangara Ed. 1,2 – Jakarta : Rajawali Pers, 2009
- - Chilcote, Ronald H, Teori Perbandingan Politik : Penelusuran paradigma/Ronald H.Chilcote, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta : 2004
- - Winarno Budi, Kebijakan Publik “Teori, Proses, Dan Studi Kasus” (Seturan Utara, Sleman, Yogyakarta : 2012
[1] Budiardjo,
Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik (cet. Ke-26. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004) hal 8
[2] EKA
JANUAR, PARTAI POLITIK, ORMAS DALAM
PERBANDINGAN POLITIK, hal 7. (Powerpoint)
[3] Rizkika
Lhena Darwin, Tipologi Partai Politik,
hal 2-26 (Powerpoint)
[4] Rizkika
Lhena Darwin, Sistem Kepartaian, hal
2-7 (Powerpoint)
[5] Sigit
Pamungkas, Partai Politik (Teori dan Praktik di Indonesia), (Sleman,
Yogyakarta: Perum Griya Saka Permai,2011). Hlm,35
[6] Hasan
Basri M Nur, Parnas vs Parlok (pertarurngan partai politik dalam mengasai
Aceh). (Banda Aceh:PT Aceh Media Grafika,2014),h.214
[7] Ikrar
Nusa Bakti, Beranda Perdamaian: Aceh pasca tiga tahun MoU Helsinki,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008). Hlm. 137
Kaka dari univ mana?
ReplyDeletedari uin Ar-Raniry Aceh
Delete